Kisah November
2016/06/17
This is an Indonesian translation of a short story titled November Tale from the collection A Calendar of Tales, itself part of the short story collection Trigger Warning by Neil Gaiman.
Ini terjemahan untuk cerita karya Neil Gaiman, November Tale, bagian dari koleksi A Calendar of Tales yang kudapat dari kumpulan cerpen Trigger Warning.
Tungku itu kecil dan berbentuk persegi dan terbuat dari logam yang mungkin tembaga atau kuningan yang sudah tua dan hitam oleh api. Benda itu menarik mata Eloise di pasar loak karena di sisinya ada pahatan yang terlihat seperti naga atau mungkin juga ular laut. Satu kepalanya hilang.
Harganya hanya satu dollar, dan Eloise membelinya bersamaan dengan sebuah topi merah berjambul. Ia mulai menyesal telah membeli topi itu bahkan sebelum sampai di rumah, dan ia berencana mungkin akan memberikannya sebagai hadiah ke orang lain. Tetapi sepucuk surat dari rumah sakit telah menunggunya ketika ia sampai. Ia menyimpan tungku itu di halaman belakang dan topinya di lemari ketika kau masuk ke dalam rumah, dan tidak pernah memikirkannya lagi.
Bulan-bulan telah berlalu, dan begitu pula keinginannya untuk meninggalkan rumah. Setiap hari membuatnya melemah, dan setiap hari mengambil lagi darinya. Ia pindahkan tempat tidurnya ke kamar di lantai bawah, karena berjalan menyakitinya, karena ia terlalu lelah untuk menaiki tangga, karena ini lebih mudah baginya.
November datang, dan bersamanya juga pengetahuan bahwa ia tidak akan melihat musim dingin lagi.
Ada beberapa benda yang tak bisa kau buang, benda-benda yang tidak bisa diberikan ke orang lain setelah kau tiada. Benda-benda yang harus kauhanguskan.
Ia mengambil sebuah kardus hitam berisi berkas dan surat dan foto-foto lama ke halaman belakang. Ia mengisi tungkunya dengan dahan-dahan yang jatuh dan koran-koran bekas, lalu ia menyulutnya dengan pemantik rokok. Baru setelah api itu membesar, ia membuka kardusnya.
Ia memulai dengan surat-suratan, terutama yang ia tidak ingin orang lain lihat. Ketika ia masih mahasiswa, ada seorang dosen dan ada sebuah hubungan, kalaupun itu bisa disebut hubungan, yang melonjak menjadi sangat suram dan sangat buruk dengan sangat cepat. Semua berkasnya dijepit bersama dan ia menjatuhkannya, satu persatu, ke dalam api. Ada sebuah foto yang memperlihatkan mereka berdua bersama, dan ia menjatuhkannya paling terakhir, lalu ia memerhatikannya menghitam dan menjadi abu.
Ia mulai meraih ke dalam kardus untuk mengambil berkas selanjutnya ketika ia sadar bahwa ia tidak ingat nama dosennya, atau apa yang dia ajarkan, atau mengapa hubungan mereka begitu menyiksanya sampai ia ingin bunuh diri pada tahun berikutnya.
Berkas selanjutnya adalah foto anjing lamanya, Lassie, duduk terlentang di sebelah pohon jati tua di halamannya. Lassie sudah mati selama tujuh tahun, tetapi pohonnya masih ada, daun-daunnya telah gugur karena dinginnya November. Ia melempar foto itu ke tungkunya. Dulu ia sangat sayang dengan anjingnya.
Ia menengok ke pohononnya, berusaha mengingat . . .
Tidak ada pohon di halamannya.
Tunggul pohonnya pun tak ada; hanya halaman November yang muram, ditaburi dengan daun-daun yang gugur dari pepohonan tetangga.
Eloise melihatnya, dan ia tidak khawatir kalau ia sudah mulai tak waras. Ia berdiri dengan kaku dan berjalan ke dalam rumah. Pantulannya di cermin mengagetkannya, seperti yang pantulan itu biasa lakukan akhir-akhir ini. Rambutnya sangat tipis, sangat jarang, wajahnya sangat suram.
Ia mengambil berkas-berkas dari meja di sebelah tempat tidur sekadarnya: sepucuk surat dari onkolognya di paling atas, dan di bawahnya lusinan halaman yang berisi angka dan kata-kata. Ada banyak lagi kertas di bawahnya, semuanya dengan logo rumah sakit di bagian paling atas halaman pertama. Ia mengambil semua itu juga dan, sekalian, ia mengambil semua tagihan rumah sakitnya juga. Asuransi menutupi berbagai macam hal, tetapi tak semua.
Ia berjalan kembali ke luar, berhenti sejenak di dapur untuk menarik napas.
Tungkunya menunggu, dan ia melempar data-data medisnya ke dalam bara. Ia melihatnya mencoklat dan menghitam dan berubah menjadi abu di antara angin-angin November.
Eloise berdiri, ketika semua dokumen medisnya telah terbakar, dan berjalan kembali ke dalam. Cermin di lorong menampilkan seorang Eloise yang baru tetapi dikenalnya: ia memiliki rambut coklat tebal, dan ia tersenyum pada dirinya sendiri di pantulan itu seolah-olah ia mencintai hidup dan memberikan kesan nyaman di manapun ia pergi.
Eloise melihat ke dalam lemarinya. Ada semuah topi merah di rak yang ia tak begitu ingat, tetapi ia memakainya, khawatir warna merahnya akan membuat wajahnya terlihat pucat dan muram. Ia melihat ke cermin. Ia terlihat baik-baik saja. Ia memiringkan topinya agar lebih elok.
Di luar, asap terakhir dari sebuah tungku api hitam berpahat ular melayang pergi di antara angin November yang menggigil.